Kejati Sulsel Tahan 6 Tersangka Mafia Tanah Pembebasan Bendungan Passeloreng

Avatar photo

MAKASSAR— Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel menahan 6 tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi dugaan mafia tanah pada kegiatan pembayaran ganti rugi lahan untuk proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Paselloreng, Kabupaten Wajo tahun 2021.

Keenam orang tersebut yakni AA, ND, NR, AN, AJ dan JK. Mereka ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan mafia tanah, Kamis (26/7/2023).

AA dan ND diketahui merupakan satgas pembebasan lahan bendungan Passelorang. Sementara NR dan AN adalah tokoh masyarakat. Sedangkan AJ serta JK menjabat Kepala Desa.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengungkapkan, keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Baca Juga:  Telan Rp147 M, RSP UIN Alauddin tak Difungsikan, Laksus: Masuk Unsur Korupsi

Soetarmi menjelaskan, para tersangka merugikan negara dengan memasukkan eks kawasan hutan ke dalam proses pembebasan lahan bendungan Passelorang, Wajo.

“Enam tersangka ini ditahan masing masing selama 20 hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2023 sampai dengan tanggal 14 Nopember 2023. Sebelum ditahan, mereka diperiksa tes kesehatannya oleh tim dokter Dinas Kesehatan Makassar,” ujar Soetarmi kepada wartawan malam tadi.

Tersangka AA, kata Soetarmi ditahan di Rutan Kelas IA Makassar. Lima tersangka lainnya, yaitu AJ, JK, ND, NR, AN ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1A Makassar.

“Alasan penahanan kepada para tersangka karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan,” ucapnya.

Baca Juga:  Pertamina Patra Niaga Sulawesi Perkuat Sinergi dengan Kejati Sulsel untuk Optimalkan Layanan Energi

Adapun luas eks kawasan hutan yang dibayarkan sebanyak 241 bidang tanah. Akibat perbuatan tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp13.247.332.000 berdasarkan hasil perhitungan BPKP.

“Untuk pasal yang disangkakan primair : Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP dan SUBSIDAIR : Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP,” tutup Soetarmi.(rus)